Mazmur 84:11
“Sebab lebih baik satu
hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri
di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”
PENDAHULUAN
Bapak/ibu/saudara/saudari
yang saya kasihi.....................
Mazmur yang baru saja kita baca adalah Mazmur pujian dari
bani Korah yang dinyanyikan dengan Gitit.
Gitit adalah semacam alat musik instrument atau melodi, dan banyak yang
mengatakan bahwa itu adalah kecapi, yang biasa dipakai untuk perayakan pada
saat berada di suatu tempat atau membuat suatu tempat. Makanya tidak heran kalau dalam pembacaan
saat ini kita melihat kata-kata seperti: “tempat kediaman-Mu,
pelataran-pelataran, rumah, sarang, lembah baka, tempat bermata air, Sion,
ambang pintu dan kemah, yang seluruhnya menunjukkan kepada tempat. Dan dalam pembacaan saat ini, kita melihat
bahwa Gitit dipakai oleh bani Korah dalam bermazmur bagi Allah. Siapa bani Korah ini? Bani Korah ini sesungguhnya adalah keturunan
dari Esau. Sekalipun dalam Bilangan 16
menceritakan tentang pemberontakan bani Korah yang berujung pada penghukuman
mati bani Korah, tetapi anak-anak dari bani Korah ini tidak mati. Dan dalam perkembangan selanjutnya, anak-anak
bani Korah mendapatkan tugas jabatan sebagai penjaga-penjaga ambang pintu
Kemah, seperti bapa-bapa mereka bertugas
di perkemahan TUHAN sebagai penjaga pintu masuk, (dapat kita lihat dalam I
Tawarikh 9 dan 26), sehingga tidak sembarang orang masuk ke dalam kemah atau
Bait Suci dan menajiskannya. Selain itu
juga mereka bertugas untuk menyanyikan pujian-pujian bagi Tuhan (contohnya ada
dalam II Tawarik 20). Dan salah satu
pujian yang dapat kita lihat, kita baca dan kita nikmati syairnya adalah Mazmur
84 ini, yang diungkapkan dengan kalimat perbandingan sekaligus menjadi sebuah
pertentangan. Sebuah perbandingan karena
ada yang dibandingkan yaitu ”satu hari dengan seribu hari”, ”berdiri dengan
diam” dan yang dipertentangkan adalah
”pelataran dengan tempat lain” dan ”ambang pintu dengan kemah”. Dengan demikian, untuk mengerti Rumah Tuhan
ini, maka kita harus melihat 3 hal dari perbandingan dan pertentangan ini,
yaitu:
1. Latar
belakang perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan
2. Tujuan
perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan
3. Hasil
perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan
Bapak/ibu/saudara/saudari
yang saya kasihi.....................
Mari
kita masuk dalam point yang pertama,
1. Latar
Belakang Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan.
Coba kita perhatikan baik-baik kalimat ayat 11 ”sebab
lebih baik satu hari di pelataran-Mu......... dan juga dengan kalimat
perbandingan yang selanjutnya adalah sebab lebih baik berdiri........ Mengapa bani Korah mengatakan lebih baik satu
hari dan lebih baik berdiri? Apa yang
melatarbelakangi ungkapan, pujian, atau syair ini. Untuk dapat menjelaskannya, maka kita harus
memperhatikan konteks bacaan. Dimana konteksnya? Konteksnya ada dalam ayat 10 dalam kata ”lihatlah
perisai kami” dan ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”. Kenapa ayat ini dikatakan sebagai konteks
dari ayat 11? Apakah ada kaitannya
antara perisai dan wajah dalam ayat 10, dengan pelataran Tuhan dan ambang pintu
Rumah Allah dalam ayat 11? Dari
pengertian dan kegunaan keduanya saja sudah berbeda sekali! Kalau ditanya seperti itu, maka jawaban yang
didapat adalah bahwa kedua bagian itu sangat berkaitan. Perisai itu sama dengan tameng, yaitu suatu alat
untuk melindungi diri dan untuk menangkis senjata ketika mendapat serangan atau bertempur melawan
musuh. Dan ketika bani Korah berkata
”lihatlah perisai kami, ya Allah”, sesungguhnya ini tidaklah berarti bahwa
orang Israel mau memamerkan perisai yang mereka bawa saat perang? Bukan!
Kalimat lihatlah perisai kami ya Allah sesungguhnya menunjukkan bahwa
perisai yang mereka bawa saat berperang dan menangkis serangan musuh tidaklah
berarti apa-apa tanpa Tuhan. Sekalipun
perisai mereka terbuat dari baja yang tebalnya beratus-ratus inci atau
beribu-ribu inci, tidak bisa ditembus dengan senjata apa pun, tapi kalau Tuhan
tidak melindungi mereka maka mereka akan kalah.
Sehingga dengan demikian, pelindung mereka dalam berperang, menangkis
senjata-senjata musuh, bukanlah perisai yang mereka bawa, tetapi Tuhan Allah
sendiri. Dan hal ini sangat diketahui
dengan pasti dan jelas oleh orang-orang Israel.
Garis bawahi hal ini.
Yang berikut adalah pandanglah wajah orang yang Kau
urapi? Siapa-siapa yang diurapi oleh
Tuhan? Bani korah dan orang Israel
melihat dan mengetahui dengan pasti dan jelas bahwa orang-orang yang diurapi adalah
orang-orang yang Tuhan kehendaki, pilih sendiri dan Tuhan panggil. Dan hal ini dilakukan oleh Tuhan bukan karena
wajah mereka yang tampan atau gagah.
Sehingga kalau kita melihat bahwa bani Korah dalam Mazmur ini berkata
”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, ini bukan berarti bahwa mereka mau show
face, atau menunjukkan serta memamerkan wajah yang tampan atau gagah,
Bukan! Ketika bani Korah berkata
”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, sesungguhnya ini mau memperlihatkan
bahwa orang yang diurapi oleh Allah, adalah orang yang dilihat oleh Allah
sampai kedalam jiwa dari orang tersebut sehingga tidak ada sesuatu apapun yang
dapat mereka sembunyikan dari Tuhan. Dengan
berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, maka sesungguhnya nampak
ketidakmampuan dan kelemahan orang tersebut.
Di hadapan Tuhan mereka tidak ada apa-apanya. Mereka tidak lebih hebat dari Tuhan. Mereka tidak lebih kuasa dari Tuhan. Dengan perkataan ”pandanglah wajah orang yang
Kau urapi”, sesungguhnya nampaklah kasih, kebenaran dan keadilan Tuhan, yang
ada karena pengurapan dari Tuhan sendiri.
Tanpa ini, mereka menjadi kosong.
Karena itu ketika bani Korah berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau
urapi”, bani Korah dan orang Israel mengakui bahwa mereka membutuhkan
Tuhan. Garis bawahi hal ini.
Dengan demikian, dari ayat 10 ini kita mendapati bahwa
bani Korah dan orang Israel tidak bisa buat apa-apa tanpa Tuhan. Setiap saat mereka butuh Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya. Tidak ada yang bisa menggantikan Tuhan dalam
hati dan dalam hidup mereka. Karena itulah,
maka setiap saat mereka ingin selalu bersama dengan Tuhan. Ketika mereka berada di daerah yang jauh,
mereka selalu rindu akan akan Tuhan, rindu mau bertemu dengan Dia, rindu mau
bersekutu dengan Dia. Dimana mereka
dapat bertemu dengan Tuhan? Mereka dapat
bertemu dengan Tuhan di Rumah-Nya, yang ada dan tinggal di tengah-tengah
mereka. Oleh karena itu tidak heran
kalau kita melihat ada kalimat ”merindukan pelataran-MU” dalam ayat 1, dan
”berjalan makin lama makin kuat menghadap Allah di Sion” (dalam ayat 8), yang
semuanya ini menunjukkan kerinduan itu.
Hal yang sama juga diungkapkan dalam Mazmur 42. Kebutuhan dan kerinduan inilah yang menjadi
latar belakang mereka berjalan menuju Rumah Tuhan. Dan ketika mereka sampai di Rumah Tuhan,
kebutuhan dan kerinduan mereka terpenuhi dan terpuaskan, dampaknya mereka
merasakan damai yang luar biasa. Disini
nampak perbedaan antara Mazmur 42 dengan 84.
Kalau Mazmur 42 berbicara tentang kebutuhan dan kerinduan mereka kepada
Allah dalam Rumah-Nya, maka Mazmur 84 ini berbicara tentang pemenuhan kebutuhan
dan kerinduan yang berdampak pada kebahagiaan dan damai sejahtera ketika berada
di rumah Tuhan.
Dengan demikian apa yang menjadi latar belakang
perbandingan dan pertentang mengenai Rumah Tuhan? Latar belakangnya adalah kebutuhan dan
kerinduan akan Tuhan yang terpenuhi di dalam Rumah Tuhan: “Sebab lebih baik
satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik
berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang
fasik”
Pertanyaan untuk saya dan saudara: apakah kita
membutuhkan Tuhan atau tidak? Coba jawab
itu secara pribadi di dalam hati.
Mengapa ada pertanyaan seperti ini?
Pertanyaan seperti ini ada karena
pertanyaan ini sangat penting untuk saya dan saudara. Tanpa jawaban dari pertanyaan ini, maka
saudara tidak akan tahu dan mengerti mengapa saya dan saudara harus beribadah
kepada Tuhan. Tanpa jawaban dari
pertanyaan ini, maka saya dan saudara tidak akan pernah paham mengapa harus
berdoa dan memuji Dia. Tanpa jawaban
dari pertanyaan ini, maka yang kita tau hanyalah hari senin jam 8 pagi dan hari
jumat jam 12, ada ibadah kapel, ya kita beribadah. Hari minggu jam 5 sore ada ibadah katekismus,
ya kita ikut ibadah. Meskipun didalam
ibadah, kita tidak turut serta bernyanyi, tidak turut berdoa, malahan saling
bercanda dengan yang lain, bermain hp bahkan tidur, yang penting ikut
ibadah. Mengapa demikian? Karena kebutuhan dan kerinduan akan Tuhan
tidak ada pada saya dan saudara. Yang
ada pada saya dan saudara adalah itu sudah jadwal atau saatnya ibadah. Satu contoh praktik adalah, apakah saya dan
saudara butuh makan? Tidak ada yang
bilang tidak butuh, karena semua butuh makan.
Kalau tidak makan mati. Karena
kita butuh makan, maka apa yang kita lakukan?
Kita cari makan sampai dapat.
Sekarang, saya kembali bertanya, apakah saya dan saudara butuh Tuhan
tidak? Kalau saya dan saudara butuh
Tuhan, maka apa yang akan kita lakukan?
Kita akan mencari dan terus mencari Tuhan sampai dapat. Ada banyak Firman Tuhan yang berbunyi
“Carilah Tuhan”, Carilah wajah-Nya. Kita
harus terus mencari Tuhan. Kalau belum
dapat bagaimana? Terus mencari, mencari
dan terus mencari sampai dapat. Inilah
sifat dari seorang anak Tuhan dan dari sifat ini, nampaklah kerinduan dari
anak-anak Tuhan. Saya dan saudara rindu
juga kepada Tuhan? Jawablah itu dalam
hati saya dan saudara.
2. Tujuan
Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya
kasihi.....................
Kita sudah melihat point yang pertama, bahwa latar
belakang dari perbandingan dan pertentangan mengenai Rumah Tuhan adalah karena
anak-anak Tuhan membutuhkan dan merindukan Tuhan serta mendapatkan pemenuhan
akan kebutuhan dan kerinduan itu . Maka
bagian yang kedua, apa tujuan dari perbandingan dan pertentangan mengenai Rumah
Tuhan itu? Coba kita perhatikan kata
”lebih baik” yang dua kali diulang dalam ayat ini.
Kata dasarnya adalah ”baik”, tapi mendapatkan penambahan
kata ”lebih” yang artinya bukan saja ”baik”, melainkan ”lebih dari baik” atau
”lewat lagi dari baik”. Kalau dalam
bahasa Inggris tidak diterjemahkan dengan kata ”good” saja, melainkan kata ”better”
yang artinya lebih atau melampaui batas atau standar. Kata ”lebih” ini bahkan dapat diterjemahkan
dengan luar biasa, diluar kemampuan atau melebihi kemampuan, tidak dapat
diterima dengan akal, bahkan juga dapat dikatakan dengan mustahil. Pertanyaanya sekarang adalah apa yang lebih
dari baik? Apa yang melebihi batas? Apa yang melebihi kemampuan? Apa yang tidak dapat diterima dengan akal? Dan kenapa yang ”lebih” ini ada di pelataran
dan di ambang pintu Rumah Tuhan?
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya
kasihi.....................
Kita dapat mengerti hal itu kalau kita melihat tentang
Kemah Suci atau Bait Allah orang Israel.
Dan pertanyaan pertama yang harus kita pikirkan adalah apa
itu pelataran? Pelataran sebenarnya adalah sebuah istilah atau terminologi
religius bangsa Israel sejak dari masa exodus (Keluaran) yakni pada Kemah Suci dan
Bait Allah orang Israel. Sebenarnya Kemah Suci atau Bait Allah orang Israel
terbagi menjadi tiga ruangan saja yakni pelataran (tempat bagi orang Israel,
yang walaupun dalam perkembangan selanjutnya ada perluasan pelataran bagi orang
non-Yahudi), ruang suci (tempat bagi para imam) dan ruang mahasuci (tempat yang
hanya boleh dimasuki oleh imam besar dan hanya sekali dalam setahun). Jadi
pelataran adalah tempat paling luar dari kemah suci atau Bait Allah. Pelataran
ini jugalah yang tentunya dimaksudkan dengan “ambang pintu rumah Allahku” yang
dibicarakan oleh pemazmur dalam ayat 11b.
Jadi sebenarnya kata pelataran-Mu dan kata ”ambang Pintu Rumah Allah” sesungguhnya
menunjukkan satu pengertian saja yaitu seluruh pelataran, karena ambang Pintu
Rumah Allah juga adalah bagian dari pelataran yang tidak bisa dipisahkan atau
berdiri sendiri. Tapi ketika pemazmur
menggunakan kata ”pelataran-Mu” dan ”ambang Pintu Rumah Allah” maka
sesungguhnya pemazmur mau menunjukkan dua hal yang penting tapi tidak
terpisahkan, yakni tidak hanya menunjuk pada tempat orang-orang Israel berdiri
dan melihat keindahan kemah Suci atau Bait Allah dari luar saja, melainkan juga
mau menunjukkan kepada orang-orang Israel bahwa ada tempat bagi mereka untuk
dapat memasuki dan menikmati keindahan dalam Kemah Suci atau Bait Allah dengan
ritual-ritual yang ada di dalamnya.
Dengan arti lain, kata ”pelataran-Mu” menunjukkan kepada undangan secara
umum, berdiri dan melihat, sedangkan ambang pintu Rumah Allah menunjukkan
kepada undangan khusus, yaitu masuk dan menikmati. Dari sini saja sudah nampak lebihnya, yaitu
tidak saja berdiri dan melihat dari jauh, melainkan dapat dekat, lebih dekat
lagi, masuk dan langsung menikmatinya. Bukankah
itu lebih?
Dan belum
selesai sampai disitu. Masih ada lagi
lebihnya. Ketika orang-orang Israel sudah
melewati pintu dan memasuki pelataran Kemah Suci, mereka melihat ada bejana
Pembahasuhan yang didalamnya ada air dan mereka harus membasuh diri mereka dari
debu yang ada dan yang melekat pada diri mereka ketika mereka berjalan menuju
Kemah Suci atau Bait Allah. Mereka tidak
saja berdiri dan melihat, mereka tidak saja masuk, tapi mereka dibasuh dan
dibersihkan dari segala debu yang menggambarkan bagaimana dosa-dosa yang
melekat pada mereka di lepaskan, sehingga mereka sekarang bersih. Mereka datang dan masuk dalam pelataran
dengan beban berat yaitu dosa yang menekan pundak mereka sehingga mereka tidak
dapat berdiri tegak dan akhirnya bungkuk, serta tidak dapat melihat Allah
dengan benar dan dengan cara yang benar.
Tapi setelah mereka dibasuh, beban dosa yang ada dipundak mereka
dilepaskan, dan sekarang mereka dapat berdiri dengan tegak, memandang Allah
yang benar dan dapat berjalan dengan langkah yang ringan. Bukankah ini lebih?
Masih ada
lagi. Sesudah melihat bejana pembasuhan,
mereka juga melihat mezbah bakaran, tempat korban-korban itu dibakar. Ketika orang-orang Israel datang ke Kemah
Suci atau Bait Allah mereka harus datang membawa korban, yang kemudian
disembelih dan dibakar untuk menggambarkan dosa-dosa yang mereka bawa sejak
dari lahir, sejak dari kandungan dan bahkan sejak dari taman Firdaus,
dihancurkan dan dihanguskan melalui pembakaran korban itu. Dan ketika asap yang keluar dari korban
bakaran dan naik ke atas menggambarkan bagaimana orang-orang Israel dipulihkan
dan dimurnikan sehingga mereka dilihat sebagai orang-orang yang bersih dan
harum di hadapan Allah. Bukankah ini
lebih lagi?
Semua yang
mereka nikmati dalam pelataran, pintu, bejana pembasuhan dan mezbah bakaran
serta arti dari semua itu, tidak akan mereka jumpai diluar Kemah Suci atau Bait
Allah. Semua itu hanya ada dan dapat
dinikmati didalam Kemah Suci atau Bait Allah.
Jika demikian, apakah ini sudah cukup bagi kita? Belum!
Semua yang sudah kita baca dan kita renungkan siang ini, belum cukup
untuk saya dan saudara. Mengapa demikian? Karena kita belum menemukan jawabannya. Kita baru melihat lebih-nya saja tapi kita
belum melihat baik-nya? Dalam teks
dikatakan ”lebih baik”.
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya
kasihi.....................
Ketika pemazmur,
bani Korah berkata ”lebih baik satu hari di pelataran-MU............ Lebih baik
berdiri di ambang pintu Rumah Allahku, sesungguhnya bukan mau memperlihatkan
kemegahan, keindahan Kemah Suci dan segala perabot yang ada di dalam, bukan! Bukan juga untuk memperlihatkan berbedaan dari
tata cara, maksud dan arti dari ritual-ritual tersebut, bukan! Melainkan sesungguhnya mau memperlihatkan yang
lebih baik, atau lebih dari baik, yang melampaui akal dan kemampuan kita
manusia, yaitu memperlihatkan Tuhan Allah sendiri.
3. Hasil
Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya
kasihi.....................
Kita sudah melihat tujuan dari perbandingan dan
pertentangan tentang Rumah Tuhan, yaitu untuk memperlihatkan yang lebih dari
baik, yakni keselamatan yang berdampak pada kebahagian dan damai sejahatera,
dan supaya kita dapat memilikinya. Maka
sekarang pertanyaan untuk kita renungkan bersama adalah, apa hasil dari melihat
dan mendapatkan yang lebih baik yakni keselamatan, kebahagian dan damai
sejahtaera? Jawabannya singkat saja,
yaitu pujian Mazmur bagi kemuliaan Tuhan dan pengakuan tentang diri saya dan saudara
sama seperti bani Korah dalam Mazmur 84 ini dengan berkata secara bersama-sama
(3...2..1) “Sebab lebih baik satu hari
di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di
ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”.
“TUHAN MEMBERKATI SAYA DAN SAUDARA, AMIN”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar