Selamat Datang Di Blog Saya

"Jangan takut untuk berbagi walaupun itu mungkin tidak sebanding dengan yang dimiliki orang lain. Sesuatu yang kecil, yang bisa kita bagikan, dapat menjadi yang besar bagi mereka yang membutuhkan"

Rabu, 07 Maret 2012

RUMAH TUHAN

Mazmur 84:11
“Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”

PENDAHULUAN
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Mazmur yang baru saja kita baca adalah Mazmur pujian dari bani Korah yang dinyanyikan dengan Gitit.  Gitit adalah semacam alat musik instrument atau melodi, dan banyak yang mengatakan bahwa itu adalah kecapi, yang biasa dipakai untuk perayakan pada saat berada di suatu tempat atau membuat suatu tempat.  Makanya tidak heran kalau dalam pembacaan saat ini kita melihat kata-kata seperti: “tempat kediaman-Mu, pelataran-pelataran, rumah, sarang, lembah baka, tempat bermata air, Sion, ambang pintu dan kemah, yang seluruhnya menunjukkan kepada tempat.   Dan dalam pembacaan saat ini, kita melihat bahwa Gitit dipakai oleh bani Korah dalam bermazmur bagi Allah.  Siapa bani Korah ini?  Bani Korah ini sesungguhnya adalah keturunan dari Esau.  Sekalipun dalam Bilangan 16 menceritakan tentang pemberontakan bani Korah yang berujung pada penghukuman mati bani Korah, tetapi anak-anak dari bani Korah ini tidak mati.  Dan dalam perkembangan selanjutnya, anak-anak bani Korah mendapatkan tugas jabatan sebagai penjaga-penjaga ambang pintu Kemah,  seperti bapa-bapa mereka bertugas di perkemahan TUHAN sebagai penjaga pintu masuk, (dapat kita lihat dalam I Tawarikh 9 dan 26), sehingga tidak sembarang orang masuk ke dalam kemah atau Bait Suci dan menajiskannya.  Selain itu juga mereka bertugas untuk menyanyikan pujian-pujian bagi Tuhan (contohnya ada dalam II Tawarik 20).  Dan salah satu pujian yang dapat kita lihat, kita baca dan kita nikmati syairnya adalah Mazmur 84 ini, yang diungkapkan dengan kalimat perbandingan sekaligus menjadi sebuah pertentangan.  Sebuah perbandingan karena ada yang dibandingkan yaitu ”satu hari dengan seribu hari”, ”berdiri dengan diam” dan yang  dipertentangkan adalah ”pelataran dengan tempat lain” dan ”ambang pintu dengan kemah”.  Dengan demikian, untuk mengerti Rumah Tuhan ini, maka kita harus melihat 3 hal dari perbandingan dan pertentangan ini, yaitu:
1.  Latar belakang perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan
2.  Tujuan perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan
3.  Hasil perbandingan dan pertentangan Rumah Tuhan



Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Mari kita masuk dalam point yang pertama,
1.  Latar Belakang Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan.
Coba kita perhatikan baik-baik kalimat ayat 11 ”sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu......... dan juga dengan kalimat perbandingan yang selanjutnya adalah sebab lebih baik berdiri........  Mengapa bani Korah mengatakan lebih baik satu hari dan lebih baik berdiri?  Apa yang melatarbelakangi ungkapan, pujian, atau syair ini.  Untuk dapat menjelaskannya, maka kita harus memperhatikan  konteks bacaan.  Dimana konteksnya?  Konteksnya ada dalam ayat 10 dalam kata ”lihatlah perisai kami” dan ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”.  Kenapa ayat ini dikatakan sebagai konteks dari ayat 11?  Apakah ada kaitannya antara perisai dan wajah dalam ayat 10, dengan pelataran Tuhan dan ambang pintu Rumah Allah dalam ayat 11?  Dari pengertian dan kegunaan keduanya saja sudah berbeda sekali!  Kalau ditanya seperti itu, maka jawaban yang didapat adalah bahwa kedua bagian itu sangat berkaitan.  Perisai itu sama dengan tameng, yaitu suatu alat untuk melindungi diri dan untuk menangkis senjata  ketika mendapat serangan atau bertempur melawan musuh.  Dan ketika bani Korah berkata ”lihatlah perisai kami, ya Allah”, sesungguhnya ini tidaklah berarti bahwa orang Israel mau memamerkan perisai yang mereka bawa saat perang?  Bukan!  Kalimat lihatlah perisai kami ya Allah sesungguhnya menunjukkan bahwa perisai yang mereka bawa saat berperang dan menangkis serangan musuh tidaklah berarti apa-apa tanpa Tuhan.   Sekalipun perisai mereka terbuat dari baja yang tebalnya beratus-ratus inci atau beribu-ribu inci, tidak bisa ditembus dengan senjata apa pun, tapi kalau Tuhan tidak melindungi mereka maka mereka akan kalah.  Sehingga dengan demikian, pelindung mereka dalam berperang, menangkis senjata-senjata musuh, bukanlah perisai yang mereka bawa, tetapi Tuhan Allah sendiri.  Dan hal ini sangat diketahui dengan pasti dan jelas oleh orang-orang Israel.  Garis bawahi hal ini.
Yang berikut adalah pandanglah wajah orang yang Kau urapi?  Siapa-siapa yang diurapi oleh Tuhan?  Bani korah dan orang Israel melihat dan mengetahui dengan pasti dan jelas bahwa orang-orang yang diurapi adalah orang-orang yang Tuhan kehendaki, pilih sendiri dan Tuhan panggil.  Dan hal ini dilakukan oleh Tuhan bukan karena wajah mereka yang tampan atau gagah.  Sehingga kalau kita melihat bahwa bani Korah dalam Mazmur ini berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, ini bukan berarti bahwa mereka mau show face, atau menunjukkan serta memamerkan wajah yang tampan atau gagah, Bukan!  Ketika bani Korah berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, sesungguhnya ini mau memperlihatkan bahwa orang yang diurapi oleh Allah, adalah orang yang dilihat oleh Allah sampai kedalam jiwa dari orang tersebut sehingga tidak ada sesuatu apapun yang dapat mereka sembunyikan dari Tuhan.  Dengan berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, maka sesungguhnya nampak ketidakmampuan dan kelemahan orang tersebut.  Di hadapan Tuhan mereka tidak ada apa-apanya.  Mereka tidak lebih hebat dari Tuhan.  Mereka tidak lebih kuasa dari Tuhan.  Dengan perkataan ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, sesungguhnya nampaklah kasih, kebenaran dan keadilan Tuhan, yang ada karena pengurapan dari Tuhan sendiri.  Tanpa ini, mereka menjadi kosong.  Karena itu ketika bani Korah berkata ”pandanglah wajah orang yang Kau urapi”, bani Korah dan orang Israel mengakui bahwa mereka membutuhkan Tuhan.  Garis bawahi hal ini.
Dengan demikian, dari ayat 10 ini kita mendapati bahwa bani Korah dan orang Israel tidak bisa buat apa-apa tanpa Tuhan.  Setiap saat mereka butuh Tuhan.  Tuhan adalah segala-galanya.   Tidak ada yang bisa menggantikan Tuhan dalam hati dan dalam hidup mereka.  Karena itulah, maka setiap saat mereka ingin selalu bersama dengan Tuhan.  Ketika mereka berada di daerah yang jauh, mereka selalu rindu akan akan Tuhan, rindu mau bertemu dengan Dia, rindu mau bersekutu dengan Dia.  Dimana mereka dapat bertemu dengan Tuhan?  Mereka dapat bertemu dengan Tuhan di Rumah-Nya, yang ada dan tinggal di tengah-tengah mereka.  Oleh karena itu tidak heran kalau kita melihat ada kalimat ”merindukan pelataran-MU” dalam ayat 1, dan ”berjalan makin lama makin kuat menghadap Allah di Sion” (dalam ayat 8), yang semuanya ini menunjukkan kerinduan itu.  Hal yang sama juga diungkapkan dalam Mazmur 42.  Kebutuhan dan kerinduan inilah yang menjadi latar belakang mereka berjalan menuju Rumah Tuhan.  Dan ketika mereka sampai di Rumah Tuhan, kebutuhan dan kerinduan mereka terpenuhi dan terpuaskan, dampaknya mereka merasakan damai yang luar biasa.   Disini nampak perbedaan antara Mazmur 42 dengan 84.  Kalau Mazmur 42 berbicara tentang kebutuhan dan kerinduan mereka kepada Allah dalam Rumah-Nya, maka Mazmur 84 ini berbicara tentang pemenuhan kebutuhan dan kerinduan yang berdampak pada kebahagiaan dan damai sejahtera ketika berada di rumah Tuhan.
Dengan demikian apa yang menjadi latar belakang perbandingan dan pertentang mengenai Rumah Tuhan?  Latar belakangnya adalah kebutuhan dan kerinduan akan Tuhan yang terpenuhi di dalam Rumah Tuhan: “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”
Pertanyaan untuk saya dan saudara: apakah kita membutuhkan Tuhan atau tidak?  Coba jawab itu secara pribadi di dalam hati.  Mengapa ada pertanyaan seperti ini?  Pertanyaan  seperti ini ada karena pertanyaan ini sangat penting untuk saya dan saudara.  Tanpa jawaban dari pertanyaan ini, maka saudara tidak akan tahu dan mengerti mengapa saya dan saudara harus beribadah kepada Tuhan.  Tanpa jawaban dari pertanyaan ini, maka saya dan saudara tidak akan pernah paham mengapa harus berdoa dan memuji Dia.  Tanpa jawaban dari pertanyaan ini, maka yang kita tau hanyalah hari senin jam 8 pagi dan hari jumat jam 12, ada ibadah kapel, ya kita beribadah.   Hari minggu jam 5 sore ada ibadah katekismus, ya kita ikut ibadah.  Meskipun didalam ibadah, kita tidak turut serta bernyanyi, tidak turut berdoa, malahan saling bercanda dengan yang lain, bermain hp bahkan tidur, yang penting ikut ibadah.  Mengapa demikian?  Karena kebutuhan dan kerinduan akan Tuhan tidak ada pada saya dan saudara.  Yang ada pada saya dan saudara adalah itu sudah jadwal atau saatnya ibadah.  Satu contoh praktik adalah, apakah saya dan saudara butuh makan?  Tidak ada yang bilang tidak butuh, karena semua butuh makan.  Kalau tidak makan mati.  Karena kita butuh makan, maka apa yang kita lakukan?  Kita cari makan sampai dapat.  Sekarang, saya kembali bertanya, apakah saya dan saudara butuh Tuhan tidak?  Kalau saya dan saudara butuh Tuhan, maka apa yang akan kita lakukan?  Kita akan mencari dan terus mencari Tuhan sampai dapat.  Ada banyak Firman Tuhan yang berbunyi “Carilah Tuhan”, Carilah wajah-Nya.  Kita harus terus mencari Tuhan.  Kalau belum dapat bagaimana?  Terus mencari, mencari dan terus mencari sampai dapat.  Inilah sifat dari seorang anak Tuhan dan dari sifat ini, nampaklah kerinduan dari anak-anak Tuhan.  Saya dan saudara rindu juga kepada Tuhan?  Jawablah itu dalam hati saya dan saudara.
 
2.  Tujuan Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Kita sudah melihat point yang pertama, bahwa latar belakang dari perbandingan dan pertentangan mengenai Rumah Tuhan adalah karena anak-anak Tuhan membutuhkan dan merindukan Tuhan serta mendapatkan pemenuhan akan kebutuhan dan kerinduan itu .  Maka bagian yang kedua, apa tujuan dari perbandingan dan pertentangan mengenai Rumah Tuhan itu?  Coba kita perhatikan kata ”lebih baik” yang dua kali diulang dalam ayat ini.
Kata dasarnya adalah ”baik”, tapi mendapatkan penambahan kata ”lebih” yang artinya bukan saja ”baik”, melainkan ”lebih dari baik” atau ”lewat lagi dari baik”.  Kalau dalam bahasa Inggris tidak diterjemahkan dengan kata ”good” saja, melainkan kata ”better” yang artinya lebih atau melampaui batas atau standar.  Kata ”lebih” ini bahkan dapat diterjemahkan dengan luar biasa, diluar kemampuan atau melebihi kemampuan, tidak dapat diterima dengan akal, bahkan juga dapat dikatakan dengan mustahil.  Pertanyaanya sekarang adalah apa yang lebih dari baik?  Apa yang melebihi batas?  Apa yang melebihi kemampuan?  Apa yang tidak dapat diterima dengan akal?  Dan kenapa yang ”lebih” ini ada di pelataran dan di ambang pintu Rumah Tuhan? 

Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Kita dapat mengerti hal itu kalau kita melihat tentang Kemah Suci atau Bait Allah orang Israel.  Dan pertanyaan pertama yang harus kita pikirkan adalah apa itu pelataran? Pelataran sebenarnya adalah sebuah istilah atau terminologi religius bangsa Israel sejak dari masa exodus (Keluaran) yakni pada Kemah Suci dan Bait Allah orang Israel. Sebenarnya Kemah Suci atau Bait Allah orang Israel terbagi menjadi tiga ruangan saja yakni pelataran (tempat bagi orang Israel, yang walaupun dalam perkembangan selanjutnya ada perluasan pelataran bagi orang non-Yahudi), ruang suci (tempat bagi para imam) dan ruang mahasuci (tempat yang hanya boleh dimasuki oleh imam besar dan hanya sekali dalam setahun). Jadi pelataran adalah tempat paling luar dari kemah suci atau Bait Allah. Pelataran ini jugalah yang tentunya dimaksudkan dengan “ambang pintu rumah Allahku” yang dibicarakan oleh pemazmur dalam ayat 11b.  Jadi sebenarnya kata pelataran-Mu dan kata  ”ambang Pintu Rumah Allah” sesungguhnya menunjukkan satu pengertian saja yaitu seluruh pelataran, karena ambang Pintu Rumah Allah juga adalah bagian dari pelataran yang tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri.  Tapi ketika pemazmur menggunakan kata ”pelataran-Mu” dan ”ambang Pintu Rumah Allah” maka sesungguhnya pemazmur mau menunjukkan dua hal yang penting tapi tidak terpisahkan, yakni tidak hanya menunjuk pada tempat orang-orang Israel berdiri dan melihat keindahan kemah Suci atau Bait Allah dari luar saja, melainkan juga mau menunjukkan kepada orang-orang Israel bahwa ada tempat bagi mereka untuk dapat memasuki dan menikmati keindahan dalam Kemah Suci atau Bait Allah dengan ritual-ritual yang ada di dalamnya.  Dengan arti lain, kata ”pelataran-Mu” menunjukkan kepada undangan secara umum, berdiri dan melihat, sedangkan ambang pintu Rumah Allah menunjukkan kepada undangan khusus, yaitu masuk dan menikmati.  Dari sini saja sudah nampak lebihnya, yaitu tidak saja berdiri dan melihat dari jauh, melainkan dapat dekat, lebih dekat lagi, masuk dan langsung menikmatinya.  Bukankah itu lebih? 
Dan belum selesai sampai disitu.  Masih ada lagi lebihnya.  Ketika orang-orang Israel sudah melewati pintu dan memasuki pelataran Kemah Suci, mereka melihat ada bejana Pembahasuhan yang didalamnya ada air dan mereka harus membasuh diri mereka dari debu yang ada dan yang melekat pada diri mereka ketika mereka berjalan menuju Kemah Suci atau Bait Allah.  Mereka tidak saja berdiri dan melihat, mereka tidak saja masuk, tapi mereka dibasuh dan dibersihkan dari segala debu yang menggambarkan bagaimana dosa-dosa yang melekat pada mereka di lepaskan, sehingga mereka sekarang bersih.  Mereka datang dan masuk dalam pelataran dengan beban berat yaitu dosa yang menekan pundak mereka sehingga mereka tidak dapat berdiri tegak dan akhirnya bungkuk, serta tidak dapat melihat Allah dengan benar dan dengan cara yang benar.  Tapi setelah mereka dibasuh, beban dosa yang ada dipundak mereka dilepaskan, dan sekarang mereka dapat berdiri dengan tegak, memandang Allah yang benar dan dapat berjalan dengan langkah yang ringan.  Bukankah ini lebih? 
Masih ada lagi.  Sesudah melihat bejana pembasuhan, mereka juga melihat mezbah bakaran, tempat korban-korban itu dibakar.  Ketika orang-orang Israel datang ke Kemah Suci atau Bait Allah mereka harus datang membawa korban, yang kemudian disembelih dan dibakar untuk menggambarkan dosa-dosa yang mereka bawa sejak dari lahir, sejak dari kandungan dan bahkan sejak dari taman Firdaus, dihancurkan dan dihanguskan melalui pembakaran korban itu.  Dan ketika asap yang keluar dari korban bakaran dan naik ke atas menggambarkan bagaimana orang-orang Israel dipulihkan dan dimurnikan sehingga mereka dilihat sebagai orang-orang yang bersih dan harum di hadapan Allah.  Bukankah ini lebih lagi?
Semua yang mereka nikmati dalam pelataran, pintu, bejana pembasuhan dan mezbah bakaran serta arti dari semua itu, tidak akan mereka jumpai diluar Kemah Suci atau Bait Allah.  Semua itu hanya ada dan dapat dinikmati didalam Kemah Suci atau Bait Allah.  Jika demikian, apakah ini sudah cukup bagi kita?  Belum!  Semua yang sudah kita baca dan kita renungkan siang ini, belum cukup untuk saya dan saudara.  Mengapa demikian?  Karena kita belum menemukan jawabannya.  Kita baru melihat lebih-nya saja tapi kita belum melihat baik-nya?  Dalam teks dikatakan ”lebih baik”. 

Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Ketika pemazmur, bani Korah berkata ”lebih baik satu hari di pelataran-MU............ Lebih baik berdiri di ambang pintu Rumah Allahku, sesungguhnya bukan mau memperlihatkan kemegahan, keindahan Kemah Suci dan segala perabot yang ada di dalam, bukan!  Bukan juga untuk memperlihatkan berbedaan dari tata cara, maksud dan arti dari ritual-ritual tersebut, bukan!  Melainkan sesungguhnya mau memperlihatkan yang lebih baik, atau lebih dari baik, yang melampaui akal dan kemampuan kita manusia, yaitu memperlihatkan Tuhan Allah sendiri. 

3.  Hasil Perbandingan dan Pertentangan Mengenai Rumah Tuhan
Bapak/ibu/saudara/saudari yang saya kasihi.....................
Kita sudah melihat tujuan dari perbandingan dan pertentangan tentang Rumah Tuhan, yaitu untuk memperlihatkan yang lebih dari baik, yakni keselamatan yang berdampak pada kebahagian dan damai sejahatera, dan supaya kita dapat memilikinya.  Maka sekarang pertanyaan untuk kita renungkan bersama adalah, apa hasil dari melihat dan mendapatkan yang lebih baik yakni keselamatan, kebahagian dan damai sejahtaera?  Jawabannya singkat saja, yaitu pujian Mazmur bagi kemuliaan Tuhan dan pengakuan tentang diri saya dan saudara sama seperti bani Korah dalam Mazmur 84 ini dengan berkata secara bersama-sama (3...2..1)  “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”. 

                   “TUHAN MEMBERKATI SAYA DAN SAUDARA, AMIN”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar